Jumat, 08 Mei 2009

PEMBAHASAN KEBUDAYAAN SUKU DAYAK MALI (KAL-BAR)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan. Pulau kalimantan terbagi berdasarkan wilayah Administratif yang mengatur wilayahnya masing-masing terdiri dari: Kalimantan Timur ibu kotanya Samarinda, Kalimantan Selatan dengan ibu kotanya Banjarmasin, Kalimantan Tengah ibu kotanya Palangka Raya, dan Kalimantan Barat ibu kotanya Pontianak. Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.

Suku adat istiadat serta kebudayaan yang beraneka ragam yang telah dimiliki Kalimantan Barat merupakan suatu kebanggaan yang penting untuk selalu dijaga agar tidak punah ditelan zaman.

Salah satu kebudayaan yang ada di KALBAR yang menonjol diantaranya adalah kebudayaan yang dimliki suku Dayak. Dayak merupakan sebutan bagi masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan khususnya (walaupun sekarang sudah banyak masyarakat Dayak yang telah bermukim di kota kabupaten atau propinsi), yang mempunyai kemiripan adapt istiadat dan budaya yang masih memegang teguh tradisinya.

Masing-masing sub suku Dayak di Kalimantan mempunyai adapt istiadat dan budaya yang mirip marujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas, hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk membahas tentang salah satu kebudayaan Dayak yang ada di Kalimantan Barat, yaitu tentang “ ADAT ISTIADAT dan BUDAYA DAYAK MALI “.

B. TUJUAN

  1. Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Materi dan Pembelajaran IPS di SD.
  2. Untuk mengetahui adat istiadat perkawinan Dayak Mali
  3. Untuk mengetahui adat berladang Dayak Mali.
  4. Untuk mengetahui budaya ngayau yang ada pada kebudayaan Dayak Mali.
  5. Untuk mengetahui hukum Adat Dayak Mali.

C. MANFAAT

  1. Dapat memenuhi atau menyelesaikan tugas kelompok
  2. Dapat mengetahui adapt istiadat perkawinan Dayak Mali.
  3. Dapat mengetahui adapt berladang Dayak Mali.
  4. Dapat mengetahui adapt budaya ngayau yang khas yang ada pada kebudayaan Dayak Mali.
  5. Dapat mengetahui hukum adapt Dayak Mali.




BAB II

PEMBAHASAN

ADAT ISTIADAT DAN BUDAYA DAYAK MALI

Masyarakat Dayak masih memegang teguh kepercayaan dinamismenya, mereka percaya setiap tempat-tempat tertentu ada penguasanya, yang mereka sebut Jubata, Petara, Ala Taala, penompa, dll. Untuk sebutan tuhan yang tertinggi, kemudian mereka masih mempunyai penguasa lain dibawah kekuasaan tuhan tertingginya missal, Payung Gana (Dayak Mudang) adalah penguasa tanah, Raja Juata (penguasa air), Kama Baba (penguasa darat), Jobata, Apet Kuyang’ ah (dayak Mali) dan lainnya. Bagi mereka yang masih memegang teguh kepercayaan dinamismenya dan budaya aslinya, mereka memisahkan diri masuk semakin jauh kepedalaman.

a. Adat istiadat perkawinan

Dalam budaya Dayak Mali, adat selalu ditetapkan berdasarkan hukum adat yang berlaku. Adat sekaligus hukum adat. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam adat perkawinan tersebut.

  1. Hubungan keluarga mempelai. Kedua mempelai akan diberi sanksi apabila ada ikatan darah antara sampai keturunan ke-4. Boleh saja menikah asalkan membayar adat terlebih dahulu.
  2. Antar hubungan saudara sekandung (Adik-kakak/ abang)= Adat Pelangkah. Apabila adik terlebih dahulu menikah maka adik tersebut harus membayar adat kepada kakak/ abang.
  3. Hubungan antar suku (Tionghoa dan Melayu). Suku Dayak Mali telah membuat perjanjian dengan suku Melayu dan Tionghoa dari jaman nenek moyang. Apabila orang Dayak menikah dengan orang Melayu dan masuk Melayu (Islam) maka pihak Melayu harus membayar adat sebagai sanksi. Adatnya cukup besar dalam adat Dayak Mali. Demikian pula sebaliknya dan dengan suku Tionghoa juga terjadi hal yang sama. Tetapi dengan suku lain selain kedua suku tersebut tidak ada sanksi/ hukum adat yang berlaku. Suku yang lainnya bebas dari hukum bila menikah dengan suku Dayak mali. Tetapi bukan berarti bebas dari hukum yang lain yang berlaku bagi seluruhnya.

Penetapan hukum Adat pada saat mulai Pelaksanaan Perkawinan. Pada saat persiapan pernikahan akan ada perjanjian antara kedua mempelai tersebut. Dan jika dilanggar maka sangsinya akan lebih berat dari biaya pernikahan

Selain adat istiadat perkawinan, ada juga adapt yang sangat kental dalam suku dayak Mali, yaitu adapt bercocok tanam, berladang, serta budaya ngayau.

b. Berladang

Berladang dalam suku Dayak Mali merupakan suatu tradisi yang sudah ada pada masa nenek moyang hidup. Ladang berpindah-pindah merupakan hal yang harus dilakukan, bagi suku Dayak sebab ladang berpindah-pindah selalu berkaitan dengan alam dan kesuburan tanah. Kalau tanah yang sama dibuka setiap tahun akan mengurangi kesuburan tanahnya. Maka membuka ladang yang sama bisa tiga sampai empat tahun lamanya. Waktu membuka ladang harus diadakan perjanjian dengan alam semesta terutama penunggu tanah (Sisil) ladang tersebut. Suku Dayak Mali percaya bawah manusia harus memberi makan dan membuat perjanjian agar penunggu tanah (Sisil) ladang tersebuat mau pindah ke tempat yang lain. Kalau tidak maka penunggu tanah tersebut bisa marah dan mengutuk manusia yang membuka ladang itu.

c. Budaya NGAYAU (potong kepala manusia)

Ngayau (Potong Kepala Manusia) merupakan budaya kanibal nenek moyang yang pernah ada dalam suku Dayak. Sekalipun budaya itu telah punah dan seharusnya sudah tidak ada lagi pada masa sekarang namun hal itu masih dapat kita saksikan pada era orde baru misalnya peristiwa Sanggau ledo(Kalbar)tahun 1997 dan peristiwa sampit(Kalteng)tahun 2001. Ngayau merupakan budaya untuk mencari kepala manusia. Ketika kepala itu didapati maka keberanian, keperkasaan, kekuatan dan kehormatan akan diperoleh dengan seketika itu juga. Setiap orang Dayak yang mampu memperoleh kepala panglima suku atau orang yang terkuat dalam suku maka kekuatannya akan dapat diperoleh. Orang Dayak tersebut akan dikagumi sebagai panglima. Kepala panglima suku yang dipotong tadi akan dimakan dan tengkoraknya akan diawetkan. Kapala tersebut sampai sekarang masih digunakan untuk tarian Noto'gh. Yaitu menghormati/menghadirkan kepala manusia itu didepan umum pada saat selesai panen. Masih ada daerah-daerah tertentu yang sampai sekarang masih melaksanakan budaya Noto'gh tersebut.

d. Hukum Adat Dayak Mali

Hukum Adat adalah sanksi atau denda berupa barang-barang sebagai bukti adat itu sendiri. Sekalipun adatnya sederhana tetap akan menjadi bukti-bukti adat yang sah. Bagi orang Dayak adat merupakan hukuman yang sangat memalukan. Karena itu setiap orang Dayak harus tahu diri bahwa setiap orang yang bersalah sebenarnya ketika di adat maka sama harga dirinya telah hilang baginya sama dengan ditolak dalam masyarakat dayak Mali.

  • Struktural Pemegang Hukum Adat
  1. Dua Real di pegang/ dipimpin oleh pak RT/ RW
  2. Empat Real dipimpin oleh Domong (Kepala Adat Kampung)
  3. Enam Real dipimpin kepala adat Dusun
  4. Delapan [Mi'gh] Real dipimpin Kepala Adat Desa dengan kepala desa
  5. Sepuluh Real Dipimpin kepala adat Desa
  6. Dua Belas Real dipimpin kepala adat (pemangku adat) Kecamatan
  7. Enam Belas Real dipimpin kepala adat (Pemangku adat) kecamatan

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kebudayaan merupakan suatu hasil karya, cipta, dan karsa yang dimiliki setiap daerah maupun sekelompok masyarakat tertentu. Kebudayaan yang dimiliki setiap daerah itu berbeda-beda sesuai dengan kepercayaan dan aturan daerah masing-masing. Sama halnya dengan kebudayaan dayak Mali ini, yang mempunyai adapt istiadat budaya yang sangat kental sejak jaman nenek moyang terdahulu. Mereka masih memegang teguh kepercayaan dinamisme serta sangat mematuhi hukum adapt yang telah ditetapkan, karena menurut suku dayak Mali, hukum-hukum yang ditetapkan bisa mencegah prilaku masyarakat agar tidak menyimpang dari norma yang ada, karena apabila hal itu masih dilakukan maka sanksi yang sangat berat akan mereka rasakan.

B. SARAN

Setelah membaca makalah ini penulis mengharapkan, kepada semua pembaca untuk mengetahui beraneka ragam kebudayaan yang ad di KALIMANTAN BARAT, serta penulis berharap pembaca bisa saling menghargai, khususnya rekan-rekan mahasiswa yang ada dari berbagai daerah yang tentunya berbeda adat istiadatnya, agar tercipta hubungan yang rukun antar suku dan daerah yang ada di Kalimantan Barat. Apabila kebudayaan yang ada tetap dilestarikan, dikembangkan maka, kita akan dikenal sebagai daerah yang kaya akan khazanah budaya.



5 komentar: